RSS

Tentang Saya

Adalah seorang siswa yang biasa saja, yang mengawali petualangannya di ranah spiritual ketika ia masih kecil. Sama sekali tidak terbayangkan, jika bocah kecil yang terlahir di keluarga yang [relatif] sekuler, beroleh kesempatan untuk mempelajari agamanya dengan lebih mendalam. Seperti kata seorang guru saya, “Hidayah itu Mahal, Ya Akhi!”

Awal di Dunia

Yhouga Ariesta M., sebaiknya M disingkat saja, dilahirkan tepat pada peringatan hari jadi kota asalnya, Malang yang ke-75.  Seingat saya, itu hari Sabtu sore menjelang waktu Maghrib. Lahir di Rumah Sakit Mardi Waluyo daerah Kauman, melalui proses caesar, sama seperti kedua adiknya yang lain. Orangtua saya memberi nama yang bagi saya teramat panjang untuk dieja, apalagi dihafal, tapi tak mengapalah. Saya tetap bersyukur nama saya bukan Robert, John, George, atau nama lain yang menyerupai ciri khas agama lain.

Masa-Masa Paling Bahagia

Ketika kecil, masa-masa bahagia saya dihabiskan di rumah milik kakek dan nenek. Keluarga kami, saya dan kedua orang tua, tinggal di sebuah kamar berukuran 4×4 meter. Ditemani lemari besar, sebuah kasur, dan meja belajar. Ketika siang, ayah dan ibu saya bekerja. Saya diasuh oleh kakek dan nenek sebagai cucu pertama mereka, dan juga kesayangannya ^^.  Terkadang, ayah atau ibu bergantian pulang ketika istirahat siang untuk mengasuh saya. Malamnya, ayah saya, ketika itu masih menempuh jenjang S1 nya, belajar,  mengerjakan tugas-tugas kuliahnya, dan terkadang menggambar beberapa proyek kecil-kecilan di meja gambar. Ketika memboyong meja gambar tersebut ke Yogya, ayah saya berulang kali menceritakan pengalaman manisnya ketika menggendong saya, sembari menggambar di meja tersebut.

Kami pindah ke sebuah rumah yang cukup besar, namun masih milik kakek dan nenek, di kawasan ITN Malang. Rumah tersebut terdiri dari bangunan induk, dan kost-kostan dua lantai berisi 12 kamar. Oleh kakek, kami diberi amanah untuk menjaga rumah tersebut, baik administrasi maupun kebersihannya. Kami mulai menempati rumah tersebut, kira-kira ketika saya masuk kelas 2 SD.

Semasa SD, pendidikan agama saya, selain 2 jam di sekolah formal, hanyalah TPA. Waktu itu, saya diajar oleh seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah, yang akrab dipanggil Pak Thoha. Beliau merupakan takmir di Masjid Fadhillah, dekat rumah kakek waktu itu. Setiap minggu, saya belajar membaca Al-Qur’an kepada beliau dan memperbaiki tajwid maupun bacaan saya yang kurang sempurna. Melalui beliau pulalah, pertama kalinya ditanamkan dalam diri saya untuk menjauhi perbuatan bid’ah, berupa ritual yasinan, tahlilan, dan berbagai macam praktek kesyirikan dan khurafat. Hingga kini, beliau masih menjadi takmir di masjid tersebut dan menempati sebuah rumah bersama istri dan dua anak beliau.

Baligh

SMP menjadi tempat berkenalannya saya dengan berbagai hal. Dulu, ketika SMP, saya paling suka mendengarkan radio VOA (Voice oOf America). Mempelajari berbagai kebudayaan, kondisi sosial masyarakat Amerika yang damai dan indah, yang belakangan saya ketahui banyak dibumbui pemanis cerita belaka. Di tahun-tahun itu terjadilah serangan WTC, dan radio dipenuhi perkembangan seputar perang melawan terorisme di Afghanistan. Di waktu SMP pula, di pagi hari saya rajin mengikuti ceramah Abdullah Gymnastiar, dai yang kondang dengan sebutan Aa Gym, dan ketika sorenya mendengarkan rekaman ceramah Zainuddin MZ., dai yang pada tahun-tahun itu beralih menjadi politikus.

Ketika SMP, sepulang sekolah biasa saya mampir ke Toko Buku Gramedia, sembari menunggu jadwal kursus bahasa Inggris di Yayasan Pendidikan Indonesia Amerika (YPIA). Di tempat itulah saya membeli dua buku agama pertama saya, Tafsir Ibnu Katsir Juz I dan Soal Jawab Seputar Islam oleh Syaikh Mutawalli Asy-Sya’rawi (seorang ulama kenamaan asal Mesir). Buku yang pertama tidak saya baca hingga habis (dikarenakan tebalnya buku tersebut), sedangkan yang kedua saya habiskan dalam waktu beberapa bulan. Di waktu itu, saya juga gemar membeli buku-buku saku Aa Gym dan Manajemen Qalbu-nya. Buku lain yang belakangan saya ketahui sefaham, adalah buku tentang pribadi Rasulullah, yang judul aslinya dikenal dengan Syamaail Muhammad, karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu hafizhahullah.

Beranjak Dewasa

Semasa SMA, saya mulai berkenalan dengan pergerakan Islam. Waktu itu, badan dakwah di SMA, atau yang dikenal dengan SKI, benar-benar berada di bawah pengaruh alumni (sebagian besar  mahasiswa di Universitas Brawijaya). Secara terselubung, SKI memiliki hubungan khusus dengan sebuah partai politik internasional, Hizbut Tahrir. SKI tersebut mengadakan pembinaan intensif (biasa disebut halaqoh) setiap minggu, yang diisi oleh senior-senior, baik kakak kelas kamu di kelas 2 atau 3, maupun mahasiswa. Pembinaan tersebut diisi dengan pemahaman politik, pemikiran Islam, dan isu utama yang selalu diangkat oleh kelompok ini : Khilafah Islamiyah. Waktu itu, pada awalnya banyak dari kami yang rajin mengikuti halaqah tersebut, namun seiring berjalannya waktu, banyak dari kami yang mundur, baik karena kesibukan, maupun futur.

Kegiatan halaqah yang saya ikuti, mulai berkembang hingga ke luar sekolah. Saya mulai rajin mengikuti berbagai kegiatan di luar sekolah, seperti training, forum diskusi, hingga outbond. Waktu itu, terdapat sebuah lembaga dakwah remaja KiaSS (Kreatifitas Insan Sholih Sholihah), sebuah lembaga mantel milik Hizbut Tahrir, yang mengadakan pembinaan di SMA-SMA di kota Malang dan sekitarnya. Saya aktif dalam menyebarkan buletin maupun majalah milik KiaSS, dan turut aktif pula sebagai musyrif (sebutan untuk pembina halaqah, juga disebut murobbi) pada sebuah forum halaqah umum di SMA.

DI kelas 2, saya resmi menjadi daris, sebutan untuk seseorang yang mengikuti tahap awal pembinaan di Hizbut Tahrir. Biasanya, seseorang tidak diperbolehkan untuk langsung menjadi anggota atau aktifis (biasa disebut syabab) Hizbut Tahrir, namun diwajibkan untuk mempelajari dasar-dasar pemikiran HT terlebih dahulu. Kitab yang dikaji pada tahapan ini ialah Nizhamul Islam karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhaniy (pendiri Hizbut Tahrir), dan Min Muqowwimat Nafsiyyah Al-Islamiyyah, semacam kumpulan hadits seputar akhlaq dan tazkiyyatun nafs.

Sore hari setiap minggunya, saya dan dua orang teman rutin mengikuti halaqah di sebuah rumah milik musrif kami. Kami dibina langsung oleh ketua KIaSS pada waktu itu, sebagai forum yang disiapkan khusus bagi kader yang dianggap potensial. Saya, waktu itu menjabat sebagai Ketua Badan Dakwah Islam Tugu (lembaga dakwah gabungan SMA komplek Tugu) sedangkan teman saya sebagai Ketua SKI SMA kami. Kalau tidak salah ingat, hanya sampai separuh kitab saya pelajari. Kami mempelajari kitab tersebut dalam bahasa Arab, dimana kami bergantian membacanya (dengan ilmu nahwu yang sama sekali belum kami dapat) kemudian diterjemahkan oleh musrif kami.

Berkenalan dengan “Salafy”

Suatu sore, di sebuah forum diskusi, ketika masih kelas 1, untuk pertama kalinya saya mendapat kosakata baru : “Salafy”. Definisi yang saya dapat waktu itu adalah sebuah kelompok tradisional yang kegiatannya murni berupa kajian, dan cenderung jumud. Saya mendapat definisi tersebut dari musrif pertama saya, ketika mengenalkan pada saya tentang berbagai gerakan Islam yang ada di Indonesia. Kosakata tersebut kembali saya dapati di sore hari yang lain, dalam sebuah forum diskusi, ketika terdapat sebuah pengumuman lisan untuk menghadiri forum insidental. Forum tersebut khusus membahas tentang kelompok Salafy, khususnya terkait penyimpangan dan bahayanya. Sayangnya (atau bahkan untungnya), saya berhalangan menghadiri acara tersebut.

Akhir kelas 2, sebuah toko buku baru, dibuka di dekat rumah saya. Toko buku Pustaka Ukhuwwah, yang menjual berbagai buku-buku Islami di perempatan ITN. Kegemaran saya terhadap buku mendorong saya untuk mengunjungi toko tersebut dan membaca-baca berbagai buku yang dijual di dalamnya. Ketika pertama memasuki toko tersebut, seorang ikhwan yang berpenampilan asing menurut saya, dengan gamis dan jenggot lebat dengan ramahnya mengajak berkenalan dan mempersilahkan membaca-baca berbagai buku yang dijual. Sekali, dua kali, hingga hampir setiap minggu saya selalu menyempatkan mampir di toko buku tersebut dan mulai membeli beberapa buku, dari yang kecil hingga tebal. Saya pun mulai menduga bahwa toko buku ini adalah toko buku yang menjual buku-buku Salafy.

Awal kelas 3, melalui berbagai buku yang saya baca, saya baru mengetahui bahwa melaksanakan sholat berjamaah di masjid adalah wajib hukumnya bagi seorang lelaki. Sempat terbersit kekecewaan, mengapa saya baru mengetahui hal ini setelah selama dua tahun lamanya mengaji di Hizbut Tahrir. Saya pun mulai membiasakan berangkat ke masjid, diawali dari sholat Shubuh, Maghrib, dan Isya, kemudian Zhuhur dan Ashar. Di masjid dekat rumah itulah, Masjid Muhajirin, saya mendapati berbagai kajian Salafy yang diasuh oleh Ustadz Agus Hasan Bashori (materi Arbain An-Nawawiyah) dan Ustadz Muhammad Syukur (materi kitab Riyadhus Shalihin). Sedangkan di masjid yang lain, yang juga berdekatan dengan rumah, saya mendapati kajian yang diasuh oleh Ustadz Abdullah Hadrami dengan tema . Saya juga mendapati Kajian Ustadz Usamah Faishal Mahri di masjid yang sama.

Di pertengahan kelas 3, saya mengikuti demonstrasi pertama (dan terakhir) saya. Ketika itu, terjadi agresi Israel atas sebagian wilayah Libanon, dan memicu pertempuran sekitar 2 bulan lamanya antara Hizbullah dan pasukan Israel. Aktifis Hizbut Tahrir biasa menyebut kegiatan demonstrasi yang mereka lakukan dengan “masyirah”. Diartikan secara bebas dengan “long march”. Yaitu berbaris dua-dua atau beberapa orang, dan berjalan beriringan sambil mengumandangkan yel-yel atau teriakan takbir. Siang itu, masyirah dimulai dari Masjid Jami’ kota Malang dan berakhir di Balai Kota. Massa Hizbut Tahrir dari Masjid Jami’ bergabung dengan massa aktifis PKS, sebuah partai politik yang tentu tidak asing lagi. Di tengah kota itulah, ribuan orang meneriakkan orasi, dan yel-yel yang mengecam Israel. Dan ini dilakukan mulai selepas Sholat Jum’at hingga pukul 16.00 WIB. Sepulang demonstrasi, saya mulai merenung, layakkah sebuah aksi demonstrasi mengorbankan sebuah kewajiban agung, Sholat Ashar berjamaah?

Ketika Harus Memilih

Keanehan seputar Hizbut Tahrir sudah saya perdebatkan semenjak kelas 1. Kala itu, seorang teman mencoba mengklarifikasi seputar pemahaman Hizbut Tahrir seputar adzab kubur. Betapa terkejutnya kami ketika sang musrif menjawab, “Kan haditsnya ahad, jadi tidak kita jadikan keyakinan.” Dengan mata kepala saya sendiri, Hizbut Tahrir jelas-jelas menyebarkan keyakinan bolehnya berjabat tangan dengan wanita ajnabiyah. Hal itu saya dengar sendiri ketika kami sedang mengkaji sekilas Nizhomul Ijtima’iy fil Islam, sebuah kitab mutabannat Hizbut Tahrir yang membahas khusus adab-adab dalam bermasyarakat. Seorang daris, kakak kelas saya lainnya juga memberitahukan apa yang ia dengar dari musrifnya, bahwa melihat gambar porno tidaklah termasuk dalam melihat aurat, karena gambar sejatinya bukanlah aurat, melainkan citra semata.

Berbagai keanehan inilah yang semakin mendorong untuk mempelajari manhaj salaf. Berawal dari suatu pagi di hari Ahad, di majelis Ustadz Abdullah Hadrami, saya menemukan suasana yang jauh berbeda dengan apa yang saya dengar seputar Salafy. Dan semenjak itu semakin mantaplah hati ini untuk berpindah.

Akhir petualangan saya adalah ketika saya memutuskan untuk kuliah di kota yang turut membesarkan dakwah salaf, Yogyakarta. Musrif saya spontan melarang, dengan alasan saya hendak dikader secara khusus dan disiapkan menjadi pembina. Namun, tanpa saya beritahukan kepada siapapun dengan alasan menghindari konflik, saya pindah ke Yogyakarta.

Di sinilah petualangan baru saya dimulai.

 

21 responses to “Tentang Saya

  1. acg

    Oktober 29, 2009 at 5:23 am

    ow,, gitu to ceritanya…
    hehe… =D

     
  2. yhougam

    Oktober 29, 2009 at 11:11 am

    mas acong,, gimana kabarnya??

     
  3. bagz

    Oktober 29, 2009 at 3:22 pm

    oalah podo tenan temane, yowes nggonmu sing diganti youg hee

     
  4. bagz

    Oktober 29, 2009 at 3:31 pm

    petualanganmu selanjutnya : M.P.R.

     
  5. hanifnurfauzi

    Desember 21, 2009 at 5:11 am

    Assalamu’alaikum, yhog….. jebule antum kibar juga nang dunia maya…..

    #yhougam : waalaikumussalam.. kibar opo syeikh?? ana kan belajar dari antum, nek ono pitakon2 angel ana konsultasi sama antum ya syeikh.. oke.. ^^

     
  6. Darjanto

    Maret 16, 2010 at 8:23 am

    Mantab lah … al muqarom Yhouga …. sing asli kera ngalam …..

     
  7. Abu Turab Jambuaer

    Maret 27, 2010 at 3:30 pm

    oy syekh, bikin dong: “Catatan Blog Yhouga, Sebuah Perjalanan Dari hizbut tahrir Menuju Manhaj Salaf”…nandingin catatan blog ardhillah gitu mksudnye..

    #yhougam : nggak akh mas jambuaer, cukup satu artikel,, ntar banyak kommen gak jelas nangkring di blog,, males syeh nanggepinnya..

     
  8. Habib MTI

    April 9, 2010 at 4:20 pm

    Udah awal bulan ini…..tanggal 9. WS…WS,,,,obonk y gpp.

     
  9. juansyah

    Mei 19, 2010 at 3:36 pm

    bneran po antum liat sendiri boleh pegang tangan perempuan? dan gmbr porno jg,. kq aq slama begaul dg org ht g pernah liat itu ya,. malah hijab mereka lbih baik dr org tarbiyah

    #yhougam : maksudnya ana lihat sendiri ustadz2 yg membolehkan hal tersebut, dan mendengar mereka mengucapkan yg demikian. Bahkan ketika ana mengaji Nizhamul Ijtima’iy, sang ustadz juga membolehkan yg demikian, dan berkata kalau beliau biasa melakukan hal tersebut. Kalau ana bawa masalah ini ke ustadz antum itu, pasti bilangnya ini salah satu pendapat saja dalam Islam. Hasil ijtihad dan harus dihargai. Dan masalah pun selesai. Yang penting khilafah. Kalau gambar pornoitu ana jumpai di pembinaan tingkat mahasiswa, dimana pembinanya membolehkan hal yg seperti itu.

     
  10. dipta abu mush'ab

    Mei 30, 2010 at 4:46 am

    wah perjalanan hidup yg menarik, lebih komplek dari perjalanan hdp an kurasa he…
    alamat antm di malang dimananya akh? barangkali an sempt silatul ukhuwah ke tempat antm pas ke malang (kebetulan adek juga kul di malang, lagian ana kan dulu sempet tnggal di malang).

    @ abu mush’ab : ini akh dipta ya? wah lama gak jumpa ini, antum skrg kos dimana to akh? boleh lah maen2 ke rumah ana, cuman ananya yg jarang sekali pulang akhir2 ini, ana di bendungan jatiluhur 7 dekat kampus ITN lama, belakang masjid muhajirin ITN, blog antum bagus dip, barakallah fiik ^^

     
    • diptamoslem

      Mei 30, 2010 at 4:15 pm

      na’am ni dipta, nama kerennya abu mush’ab he.he..
      ana di karanggayam, dkt masjid istiqomah, insya Allah bulan juni ni balik ke pogung lagi..
      Nanti ana coba cr alamat antm pas k malang, ana juga dah jarang balik ke rumah..
      sukron komentarnya yg terakhir, ana baru belajar jg bikin blog ^^

      @dipta : oh ya, temen ana kosnya persis depan masjid, namanya ziyan anak KMT, syukur deh klo balik pogung lagi, ana malah 3 kali (agustus bsok insya Allah yg ke-4) pindah kos tp ttp pogung aja, suasananya enak sih ^^

       
      • diptamoslem

        Juni 3, 2010 at 3:56 pm

        Ngg.. Insya Allah an tahu orangnya, tp mungkin dy ndak kenal ana..^^
        ya.. an jg suka dg suasana Pogung, makanya cm betah 1 tahun hidup di luar pogung…. mirip suasana saat pesantren, coba kalo habis isya ada kajian jg, bakalan nyamain keg di pesantren he..he..

         
  11. yoko

    September 2, 2010 at 1:55 am

    assalamu’alikum…

    ana cuma mau mengingatkan bahwasanya..ukhuwah islamiyah itu yang terpenting…jgn karena beda kelompok,,ato organisasi tapi malah saling ribut dan saling tanding….lebih baik belajar dari semua organisasi/aliran/kelompok yg ada..kemudian bandingkan dan simpulkan mana yg medekati kesempurnaan…baik dasar2 ato dalil2 yg dipake…telusuri sabab musababnya …perawi2 nya….masalah terjadinya…tempatnya kalo perlu sampai pada kpn..siapa dan waktu ap…mungkin itu akan lebih baik….kenali diri insya ALLOH akan kenal ALLOH kalo mau terus belajar….

    #yhougam : “Dan jika kalian berselisih tentang sesuatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul” [An-Nisa : 59]

     
  12. Khorin

    Maret 18, 2012 at 11:49 am

    Yhoug..aku moco blogmu lho..hehe
    wah sing SMP kurang lengkap critane..hehehe
    Sip yhoug terus maju dakwahnya….

     
    • yhougam

      Maret 20, 2012 at 1:42 am

      Wah dadi isin dhewe.. Met moco ae ker 🙂

       
  13. harumn01

    Agustus 28, 2012 at 6:15 am

    Assalamualaikum,,

    salam kenal akh,,,kita biasaya ketemu tp antum belum kenal ana.

     
  14. Muhammad Ridwan

    November 3, 2012 at 4:38 am

    tetaplah istiqomah di jalan ahlussunnah wal jamaah ya akhi, semoga Allah Azza wajalla ridho kepada kita semua.

     
  15. gilroy Ibnu Sardjono

    Januari 28, 2014 at 3:10 pm

    aslinya antum pendiam ya? ana pernah ketemu antum di masjid An nashr bintaro jaya sektor 5 ….entah berapa tahun yang lalu…baarakallaahu fikum

     
    • yhougam

      Januari 30, 2014 at 6:47 am

      Iya mas, wa fiik barakallah.. Bintaro dan suasana pengajiannya masih ngangenin di hati.. Hehe

       
  16. Adani amalia (@1adania1)

    Februari 17, 2014 at 11:57 pm

    😉 Bery helping me to know you a bit

     
  17. Yusuf

    Juni 25, 2018 at 4:38 pm

    Assalamualaikum akh..
    Ternyata kita sm prnh jd pengurus BDI smu tugu. Boleh minta no hp antum buat kontak?

     

Tinggalkan komentar