RSS

Tauhid Penghapus Dosa

20 Jan

TAUHID PENGHAPUS DOSA

Sesungguhnya diantara keutamaan tauhid yang sangat agung, yaitu kedudukannya sebagai penghapus dosa. Penjelasan mengenai keutamaan ini dijelaskan dalam beberapa poin berikut ini, insya Allahu Ta’ala.

Jangan Mencampur Keimananmu dengan Kezhaliman!

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An ‘am : 82)

Imam Al Bukhari meriwayatkan bahwa ketika turunnya ayat ini, para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah diantara kami yang tidak pernah berbuat zhalim?” Maka beliau menjawab, “Maksud ayat ini bukanlah seperti yang kalian katakan, akan tetapi yang dimaksud dengan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, adalah syirik. Tidakkah kalian mendengar perkataan Luqman kepada anak-anaknya, ‘Wahai anak-anakku, janganlah kalian mempersekutukan Allah, sesungguhnya kesyirikan adalah kezhaliman yang besar’?”

Lantas apa makna “keamanan” dalam ayat di atas? Jawabannya tergantung dari jenis kezhaliman yang diperbuat oleh manusia. Perbuatan zhalim terbagi menjadi tiga jenis :

1. Kezhaliman yang paling besar, yaitu syirik.

2. Kezhaliman manusia pada dirinya sendiri, yaitu dengan tidak memberikan hak bagi tubuhnya. Misalnya berpuasa namun tidak berbuka, atau shalat semalam suntuk tanpa tidur, termasuk juga bermaksiat kepada Allah Ta’ala.

3. Kezhaliman manusia kepada manusia lainnya. Misalnya membunuh, mengambil harta saudaranya tanpa hak, dan sebagainya.

Maka barangsiapa yang terjatuh dalam perbuatan syirik, hilanglah baginya keamanan secara muthlaq, yaitu terbebas dari kekalnya adzab di neraka. Pelakunya, jika belum bertaubat, akan kekal diadzab di neraka dan tidak akan pernah merasakan manisnya surga. Adapun barangsiapa yang terjatuh ke dalam perbuatan zhalim kepada diri sendiri atau orang lain, namun selamat dari perbuatan syirik, maka baginya keamanan dalam artian ia tetap diadzab sesuai kadar kezhaliman yang diperbuat, akan tetapi terbebas dari kekalnya adzab neraka. Bahkan, jika Allah berkehendak, akan diampuni dosa-dosanya.

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’ : 116)

Ucapkan “Laa Ilaaha Illallah” dengan Ikhlas, dan Bagimu Surga!

Dari shahabat Muadz bin Jabal, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang akhir perkataannya adalah kalimat ‘laa ilaaha illallaah’, masuk surga”

Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan RasulNya, dan bahwa Isa adalah hamba dan RasulNya, dan kalimatNya yang disampaikan kepada Maryam, serta Ruh dari padaNya, dan surga adalah haq, neraka juga haq, maka Allah pasti memasukkannya ke dalam surga, betapapun amal yang telah diperbuatnya”

Sebagian kaum muslimin memahami hadits di atas secara muthlaq, yaitu siapa saja yang hingga akhir hayatnya “berhasil” mengucapkan kalimat tauhid, atau sekedar mengucapkannya sekali seumur hidup saja, akan masuk surga. Tidak peduli seburuk apapun amalan yang telah ia kerjakan, bahkan terjatuh dalam dosa syirik sekalipun.

Padahal dalam hadits yang semakna dengan ini, disebutkan bahwa salah satu syarat yang mengikat janji surga tersebut, adalah ikhlas. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari shahabat ‘Itban bin Malik bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang-orang yang mengucapkan “laa ilaaha illallaah” dengan ikhlas dan hanya mengharapkan ganjaran berupa (melihat) wajah Allah”

Maka pemaknaan hadits-hadits yang berlaku muthlaq seperti dalam hadits pertama dan kedua, haruslah dibawa ke dalam makna yang muqayyad, yaitu terikat dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi dan penghalang-penghalang yang harus dinafikan. Salah satu syaratnya, berdasarkan hadits ‘Itban, adalah diamalkan dalam bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala semata, dan tidak berbuat syirik kepada selain-Nya. Sungguh indah perkataan Wahb bin Munabbih ketika ditanya, “Bukankah laa ilaaha illallaah adalah kunci surga?”, maka beliau menjawab, “Ya, akan tetapi setiap kunci memiliki gerigi. Barangsiapa yang datang dengan membawa kunci yang bergerigi tersebut, barulah pintu terbuka, namun jika tidak, pintu tersebut tidak akan terbuka.”

Seputar Hadits Bithaqah

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sungguh Allah akan membebaskan seseorang dari umatku di hadapan seluruh manusia pada hari kiamat. Ketika itu dibentangkan 99 gulungan (dosa) miliknya. Setiap gulungan dosa panjangnya sejauh mata memandang. Kemudian Allah berfirman, ‘Apakah ada yang engkau ingkari dari semua catatan ini, apakah (para) malaikat pencatat amal telah menganiayamu?’ Dia menjawab, ‘Tidak, wahai Rabbku’. Allah bertanya, ‘Apakah engkau memiliki udzur (alasan)?’ Dia menjawab, ‘Tidak wahai Rabbku’. Allah berfirman, ‘Bahkan sesungguhnya engkau memiliki satu kebaikan di sisi-Ku dan sungguh pada hari ini engkau tidak akan dianiaya sedikit pun’. Kemudian dikeluarkanlah sebuah bithaqah (kartu) bertuliskan ‘asyhadu an laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh’. Lalu Allah berfirman, ‘Datangkan timbanganmu’. Dia berkata, ‘Wahai Rabbku, apalah artinya kartu ini dibandingkan seluruh gulungan (dosa) itu?’ Allah berfirman, ‘Sungguh kamu tidak akan dianiaya’. Kemudian diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut pada satu daun timbangan dan kartu itu pada daun timbangan yang lain. Maka gulungan-gulungan (dosa) tersebut terangkat dan kartu (laa ilaaha illallah) lebih berat. Demikianlah, tidak ada satupun yang lebih berat dari sesuatu yang padanya terdapat nama Allah”.

Lantas apakah fenomena masuk surga dengan sebab bithaqah (kartu) ini berlaku bagi setiap orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah? Pertama, hendaklah diingat bahwa dhahir hadits ini digunakan kata “rojulun”, bentuk tunggal yang menunjukkan makna “seorang”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hadits ini hanya berlaku untuk satu orang saja. Kedua, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy Syaikh, keutamaan ini tidaklah didapat melainkan oleh seseorang yang kadar tauhid dalam hatinya sangat besar, demikian pula dengan rasa cintanya kepada Allah Jalla wa ‘Alla dan RasulNya shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ikhlas kepada Allah, bertauhid baik dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah (peribadahan), dan asma’ wa shifat (nama-nama dan sifat-sifatNya).

Tiga Golongan Manusia

Berdasarkan ayat dan hadits yang telah disebutkan, Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy Syaikh hafizhahullahu ta’ala menyimpulkan bahwa manusia dibagi dalam tiga golongan, yaitu :

1. Mereka yang mentahqiq tauhid, yaitu bersih dari syirik, baik syirik akbar maupun ashghar, segala bentuk kemaksiatan dan dosa, baik dosa besar maupun kecil (yaitu terhapus dengan taubat nasuha –pen), dan beramal shalih sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah Jalla wa ‘Alla. Mereka ini tergolong dalam orang-orang yang masuk surga tanpa hisab dan adzab, dan berjumlah 70.000 dari ummat ini. Inilah medan juang bagi setiap manusia, dan hendaklah masing-masing berupaya meraih keutamaan ini. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq pada kita.

2. Mereka yang beramal dengan tauhid, namun mereka bercampur antara amalan shalih dan amalan buruk. Mereka ini terbagi lagi ke dalam golongan sebagai berikut :

a. Golongan yang bertaubat kepada Allah, mereka akan menjadi sebagaimana golongan pertama

b. Golongan yang bertemu Allah dengan membawa dosa-dosa besar namun tanpa diiringi taubat, maka Allah subhanahu wa ta’ala akan mengampuni bagi siapa saja yang Ia kehendaki, dan mengadzab siapa saja yang Ia kehendaki (lihat QS. An Nisa’ : 116 -pen). Apabila Allah berkehendak mengadzab mereka, yang dimaksud bukanlah adzab neraka secara kekal. Melainkan sesuai dengan kadar dosa yang telah mereka perbuat.

c. Golongan yang amal buruknya lebih banyak apabila ditimbang, akan tetapi amalan tauhidnya mengalahkan timbangan amal buruk, dan inilah keutamaan dari Allah Jalla wa ‘Alla

3. Seseorang yang datang dengan membawa kadar tauhid yang besar, namun ia membawa berbagai dosa dan kesalahan. Maka kondisinya adalah seperti yang terdapat dalam hadits bithaqah. . Adapun apabila kadar tauhidnya lemah, maka ia tetap akan dimasukkan ke dalam neraka.

Semoga Allah Ta’ala memberi taufik. [Yhouga AM]

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Januari 20, 2011 inci Islam

 

Tinggalkan komentar